Antara Otak dan Hati

“Hati, apa yang kau rasakan saat ini, aku juga merasakannnya. Masihkah kau akan menutup-nutupi semua kisah-kisahmu itu?”, tegur Otak yang mulai gelisah melihat kelakuan Hati yang semakin tak jelas.
“Tidak kok. Biasa aja tuch. Kamunya aja yang selalu mencurigaiku. Iya khan?”,



Hati mencoba mengelak.
“Masihkah aku akan bertanya pada saudara-saudara kita tentang dirimu? Apa perlu kuwawancarai satu persatu mulai dari saudara seperjuangan kita Ujung Rambut sampai Ujung Kaki agar tau jawaban yang sebenarnya? Ayolah, curahkan saja masalahmu itu kepadaku. Bukankah aku saudaramu yang akan membantumu jika kamu terjebak dalam kesulitan?”
“Oke oke….”
Belum selesai menjelaskan, Otak langsung meledeki Hati.
“Kamu sedang kasmaran pada seseorang khan…. Hayo ngaku… Iya khan?”
“Iya”, jawab Hati dengan malu.
“Tak usah kau malu-malu padaku. Aku ini saudaramu. Jangan kau tutup-tutupi penderitaanmu itu. Jika kau sakit, aku juga merasakan sakitmu. Buat apa kau simpan penderitaanmu itu. Aku akan selalu memotivasimu kok wahai saudaraku”
“Aku gagal dalam bercinta. Dari dulu aku mencoba untuk bercinta dengan baik. Ketika aku mencintai seseorang, aku yakin bahwa cintaku adalah cinta yang tulus. Aku ingin menjaga cintaku itu sampai pada cinta yang suci. Tapi semua itu hanya fatamorgana saja. Semua cintaku seakan hanyalah kesia-siaan belaka. Tak ada yang benar. Aku pun merasa tak pantas dicintai dan mencintai. Apalagi yang terakhir kali ini. Sepertinya, Aku lebih baik mati saja dari pada hidupku selalu diabaikan oleh cinta. Cinta yang kuanggap penutup dari cinta-cinta sebelumnya ini memang sangat spesial. Pengorbananku sangat banyak dalam memperjuangkannya. Tapi, cinta itu tak bertahan sampai lama. Sebab, aku terlukai. Aku tak tahan dengan semua ini. Mati sajalah aku”

“Ah… kau ini. Gitu saja sudah berputus asa. Mana kejantananmu. Baru seperti itu saja kau mengeluh. Hidupmu itu masih panjang. Umur kita dalam keluarga ini masih muda kok. Mengapa begitu pendeknya kau memahami perasaanmu? Apalagi kita hidup dalam keluarga yang bergaris laki-laki. Sebagai Otak, aku tak setuju dengan perasan-peraanmu yang kerdil itu. Apalagi sampai mau mati segala, apa lah itu! Tak menunjukkan sifat ke-gentel-anmu”
“Bukan gitu maksudku….”
“Lalu apalagi? Sudahlah… aku paham. Aku tau kok. Aku mengerti dengan apa yang kau rasakan saat ini. Tapi cobalah kau renungi kembali sejarah cintamu itu. Ayo bangkit! Janganlah kau terus menerus terlena dengan hal-hal yang tak jelas itu. Pandanglah masa depanmu dengan penuh keyakinan bahwa kelak kau akan menjadi mesin tuan laki-laki yang menjadikannya orang besar. Kau juga paham dengan apa yang diimpikan oleh tuan laki-laki khan?”

“Iya, aku mengerti bahwa tuan laki-laki itu tak mudah menyerah. Tuan laki-laki sering menghampiriku dengan membawa lembaran-lembaran masalah cinta kepadaku. Tapi tak jarang pula tuan laki-laki datang untuk menanyakan cita-citanya yang agung. Tuan laki-laki ingin sekali menjadi orang yang besar. Surat-surat tuan juga masih kusimpan dengan baik tentang tulisannya yang seakan mendewakan pengalaman pahitnya dalam berjuang melawan musuhnya yang bernama nafsu. Aku terharu membaca tulisan tuan saat berperang melawan nafsu yang sulit sekali dikalahkan. Aku kagum kepada tuan”

“Kau ini sudah paham, tapi kok masih plin-plan gitu sich… Wahai saudaraku, selama aku masih hidup dalam kesederhanaan seperti yang kau lihat saat ini, aku tetap akan memantaumu. Aku takkan pernah lelah untuk mengingatkanmu. Aku adalah saudaramu. Ingat itu”

“Baiklah Otak. Terima kasih atas saran-saranmu. Aku akan bangkit kembali untuk membantu tuan agar tetap menjaga semangatnya yang tak pernah berhenti membakar Jiwa. Ingatkan aku ya kalau aku tersesat di persimpang jalan”
“Oke”

Selesai diketik pada hari Rabo, 25 Mei 2011. Pukul 23.00.
Saat mulai terkelikili mata ini di kedinginan yang membara, aku hanya mampu berujar: “Menulislah apa yang ingin kau tulis. Jangan kau tulis apa yang tidak ingin kau tulis!”

Belum ada Komentar untuk "Antara Otak dan Hati"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel