Tuhan, Aku Ingin Bercerita 6#

Pernah suatu hari aku mengirimkan sms kepada teman-teman yang isinya seperti ini: “Keengganan seseorang untuk membeli buku mungkin karena mahalnya harga buku. Secara umum, kita merasa lebih berani membeli kebutuhan lain seperti makanan, pakaian, dan mungkin juga pulsa telepon ketimbang membeli buku. Tingkat ekonomi yang rendah sering menjadi alasan lemahnya daya beli buku.

 Alhasil, minat membaca jadi rendah. Padahal, dengan membaca kita bisa menjadi seseorang yang lebih “smart”. Aku menemukan catatan itu di lembaran koran bekas bungkus nasi. Lembaran tersebut masih kusimpan bahkan kutempelkan dilembaran pertama di buku catatan harianku. Cukup berkesan memang.

Ternyata catatanku yang kukirimkan via sms itu tidak hanya sebagai motivasi untuk membeli buku, tapi juga dapat kritikan dari salah seorang teman yang memang memiliki daya baca yang cukup berkelas. Seorang teman berkomentar dalam tulisan sms-nya: “Mahal murahnya buku itu tergantung tokonya. Kalo beli di Gramedia ya mahal. Coba beli buku di Wilis (lokasi penjualan buku-buku bekas dan buku-buku tembakan yang terletak di daerah Malang. pen), pasti murah. Bukan harga buku yang mahal yang mempengaruhi minat baca. Tapi lingkungan, didikan orang tua, dan ketertarikan terhadap buku. Itulah yang mempengaruhi. Asal ada niat mau pinter, gratis pun bisa tanpa mengeluarkan uang sama sekali. Yaitu dengan cara meminjam. Sekarang perpustakaan banyak. Tidak ada alasan untuk tidak bisa membaca.”

Cukup menarik untuk diwacanakan. Aku juga tidak bisa memungkiri kritikan dari temanku itu. Bahkan aku juga akan mengamini komentarnya. Bahwa yang dipersoalkan sekarang bukanlah minat beli atau tidaknya, tapi mau baca dan tidaknya-lah yang perlu menjadi perhatian. Sebuah fakta, bahwa kaum pelajar saat ini menurun drastis dalam minat baca. Toh, aku yang tak memiliki hasil penelitian, aku dapat mempertimbangkannya melalui pengalaman-pengalaman yang kulalui, bahkan diri pribadi ini juga dapat dijadikan cermin untuk memperkuat hujjah bahwa memang demikian kenyataannya; menurunnya minat baca dikalangan pelajar.

Di awal-awal kuliah, dalam sebuah seminar yang saat itu diikuti mahasiswa baru UIN Maulana Malik Ibrahim, ada yang mengistilahkan bahwa mahasiswa saat ini lebih suka baca HP dari pada buku yang ada disampingnya. Sekilas memang tak masuh akal, tapi jika diruntutkan kembali maknanya, istilah itu bukan semata asumsi seseorang, tapi memang benar-benar fakta.

Dalam kaitan dunia baca atau forum-forum motivasi yang bertemakan baca membaca, pasti nara sumber takkan luput untuk menyebutkan ayat pertama Al-Qur’an yang diturunkan pertama kali kepada Nabi Muhammad. “Iqra’!!!”, Bacalah!!!. Mengapa tidak sholatlah!!! Atau shodaqahlah!!! Atau juga puasalah!!!. Itulah yang menjadikan ayat Iqra’ sebuah ayat yang telah melahirkan pemikir-pemikir dunia lewat media baca.

Untuk mengakhiri tulisan kali ini, aku tidak akan memberikan tawaran agar pembaca mau membaca buku, sebab, sejatinya, baca itu merupakan perintah Tuhan. Jadi, ya seharusnya membaca itu telah menjadi kebiasaan seseorang. Kalaupun belum terbiasa untuk membaca, paling tidak niatan untuk membudayakan sudah tertanam dalam hati. Ada sebuah kutipan menarik yang pernah kutemukan: “Seorang tokoh Yahudi berkata, “Kami tak akan pernah takut kepada umat Islam, karna mereka tidak memiliki budaya membaca.” [roy]

Al-Faroby 18. Kamis 7 April 2011. Pukul 08.02 WIB

Belum ada Komentar untuk "Tuhan, Aku Ingin Bercerita 6#"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel