Tuhan, Aku Ingin Bercerita 8#

Salah satu kesibukanku sejak akhir bulan Oktober tahun 2010 hingga hari ini adalah melayani pelanggan pulsa. Tiap hari aku harus sibuk untuk mengirimi pulsa kepada teman-temanku yang membutuhkan pulsa, baik pulsa sms untuk kartu Indosat maupun pulsa reguler dari berbagai macam kartu seperti XL, AS, SIMPATI, Three (3), Flexi, esia, star one, smart dan AXIST.



Hampir dua hari sekali aku pergi ke konter pembelanjaan saldo untuk mengisi saldoku. Lokasinya tak begitu jauh dari UIN. Sekitar satu kilo meter dari gerbang belakang UIN. Tepatnya di tempat yang populer dengan sebutan ‘Si Gura-gura’. Semua mahasiswa UIN tentu mengetahui tempat itu. Kadang aku belanja dengan mengendarai sepeda motorku sendiri. Terkadang meminjam dari teman. Pernah juga jalan kaki. Tapi yang sering adalah mengendarai sepeda ontel miliki teman kamar.

Cukup sibuk dan rumit, memang, untuk mengatur jalannya perkerjaan yang mungkin dianggap remeh dan mudah oleh teman-teman mahasiswa. Kadang, pekerjaan seperti ini hanya akan menambah beban pikiran. Bagimana tidak? Pengalamanku sampai saat ini telah membentuk karakterku sedemikian rupa; beban mental. Bahkan aku berani menyimpulkan bahwa untuk perdagangan semacam ini hanya membutuhkan modal sabar, sabar dan sabar.

Beberapa kasus yang kualami menjadikanku berfikir ribuan kali hingga terkadang aku merasa lebih dewasa. Tapi, dari sederet problematika yang sering kuhadapi selama ini –dan yang pasti dialami oleh pedagang-pedagang yang senasib denganku—hanyalah satu yang menjadi tekanan. Yaitu utang piutang. Beberapa teman yang kebetulan juga berdagang pulsa, sering mengeluhkan utang pulsa teman-temannya yang belum dibayar hingga berminggu-minggu sampai berbulan-bulan. Memang agak rumit untuk menyelesaikan kasus semacam ini.

Akibat dari kasus ini, saldo menjadi taruhannya. Jika benar-benar habis terkuras dengan utang-utang yang belum dilunasi, maka tamatlah riwayat kehidupan pedagang pulsa. Hanya itulah yang sering dikeluh-kesahkan.

Tapi, tidak bagiku. Serumit apapun untuk menjalankan bisnis kecil-kecilan ini, berbagai tantangan kuhadapi. Jika aku kehabisan saldo, aku akan mencari alternatif piutang pula. Aku meminjam sejumlah uang kepada teman-teman kamar yang kebetulan memiliki uang lebih dengan perjanjian dalam dua hari aku akan melunasinya. Modalku hanyalah tekad dan kepercayaan. Sedangkan untuk hasilnya, jangan ditanya. Man jadda wajada.

Kasus lain yang terkadang juga menjadi beban pikiran adalah tatkala salah nomer pengiriman.  Jika ada satu nomer yang tak sesuai dengan permintaan, maka akan terkirimlah pulsa tersebut ke nomer tujuan yang tidak dikenali. Tentu, bagi yang memperoleh pulsa nyasar itu, merupakan rejeki bagi dirinya, tapi menjadi penderitaan tersendiri bagi pedagang pulsa.

Ini hanya beberapa kasus saja yang pernah kualami dan dapat dipastikan juga bagi teman-teman yang senasib denganku. Belum lagi masalah yang tak dibayar-bayar hingga terlupakan. Pada akhirnya akan dianggap takkan mungkin dibayar dan tak ada harapan untuk menagihnya.

Toh meskipun begitu, ada banyak hikmah dari sejarah dagangku kali ini. Dari cara ini pula aku dapat belajar beramanah dan dapat mengukur amanah seseorang. Dari sekian pelanggan yang ada inilah aku juga belajar bagaimana cara mengahadapi seseorang tanpa harus takut salah, belajar berkomunikasi dengan baik, bertoleran dengan sebaik-baiknya toleran, dan berlapang dada dalam menghadapi segala cobaan yang bertubi-tubi menimpaku.

Terlepas dari menghakimi teman-teman yang tak membayar atau yang menunda pembayaran, aku hanya bisa memberikan komentar: “Mungkin dia memang sangat butuh bantuan pulsa. Biarlah dia sendiri yang berpikir. Mahasiswa maupun mahasiswi yang kukenali mungkin masih berada ditahap pendewasaan seperti halnya diriku yang butuh bimbingan dari siapapun.”

Aku berdagang pulsa hanya untuk biaya sampingan saja. Selama ini, aku hanya menyandarkan biaya hidupku dari orang tua. Meskipun pada kenyataannya kiriman uang dari orang tuaku itu mencukupi untuk biaya makan keseharianku di kampus, aku juga ingin berusaha untuk mencari biaya sendiri. Sebab, ada beberapa hal yang menjadikanku dituntut untuk ‘boros’. Salah satunya adalah pembelian buku.

Untuk itulah aku berusaha keras untuk bertahan dalam kesibukan berdagangku ini. Barang kali, dengan usahaku ini, aku dapat mencapai cita-citaku yang terseok-seok dan menjadikanku lebih berpikir matang dalam menghadapi masalah. Pengalamanku kali ini juga dapat dikatakan sebagai upaya pembelajaran dalam menghadapi dunia nyata di masa mendatang yang jauh lebih kompleks dari apa yang kualami saat ini.

Tak lupa pula untuk memohon kepada Tuhan Pemberi rizki agar tetap memberikan limpahan rahmat hingga menjadikan perjalananku ini penuh dengan limpahan barokah. Hanya kepada-Mu hambamu memasrahkan segala urusan. Aku, yang hina ini hanya dapat berusaha di bumi yang berlimpah ruah anugrah, sedangkan Engkaulah sebaik-bainya dzat yang pantas untuk kupasrahi dan yang menentukan semua urusanku. Wallahul Musta’an. [roy]

Kepanjen, di ruang tamu yang sepi, 9 April 2011. Pukul 21.21 WIB

Belum ada Komentar untuk "Tuhan, Aku Ingin Bercerita 8#"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel