Tuhan, Aku Ingin Bercerita 3#


Ini adalah hari Ahad. Biasanya, aku menghabiskan waktu pagi di stadion Kanjuruhan untuk berolahraga dengan teman-temanku. Sepak bola tentunya. Tapi kali ini tidak. Aku tidak berolahraga dan juga tidak berkumpul dengan teman-temanku. Sebab, hari Ahad kali ini adalah hari Ahad untuk jadwal khotmil Qur’an di mushalla samping rumahku. So, tak ada sepak bola untuk hari ini. Lagi pula, aku juga ngantuk banget pagi ini.


Semalam, sekitar pukul setengah sembilan malam aku keluar rumah. Tapi bukan untuk bermalam mingguan. Aku keluar rumah untuk menyewa kaset CD di rental VCD. Aku menyewa film dengan judul ‘GIE’. Aku berhasrat sekali untuk menontonnya. Film itu memang benar-benar menggugahku untuk terus berkarya. Namun, sayangnya, aku tak seproduktif GIE dengan nama lengkap Soe Hok-gie.

Aku baru tahu informasi film tersebut setelah membaca beberapa lembar buku “Soe Hok-Gie… sekali lagi”. Kebetulan buku itu adalah bukuku yang kubeli pada hari Jum’at  1 April yang lalu. Bukunya tebal. Mungkin, baru bisa aku khatamkan sepekan lagi. Itupun kalau tak sibuk. Kalau sibuk, bisa jadi akan molor hingga dua pekan. Tapi sepertinya tidak. Kali ini aku harus menargetkan untuk menghatamkan buku setebal 534 plus dua cover depan-belakang halaman itu hanya dalam jangga waktu satu pekan. Hari kamis harus khatam.

Gie, ada yang pula yang memanggilnya Soe, adalah mahasiswa Universitas Indonesia yang hidup di masa perguliran Soekarno; dari orde lama ke orde baru yang dipimpin Soeharto. Masa-masa itu adalah masa perubahan besar bagi Indonesia. Banyak tokoh yang lahir di masa itu. Sejarah pahit Indonesia tentang perpolitikan yang serba tak enak lahir di masa itu pula. Tak mengherankan jika kritikan-kritikan Gie dalam beberapa opininya di media cetak mampu mempengaruhi publik hingga kepercaan tentang ke-kritis-annya tak dapat dipandang sebelah mata.

Jika aku dibanding-bandingkan dengan Gie, tentu banyak perbedaan. Baik dari sisi waktu dan tempat. Bahkan, alur jaman sekarang pun juga jauh berbeda. Jika Gie di masanya hidup dengan sekat informasi, maka, aku, di jamanku ini, jauh lebih kompleks dengan informasi. Tapi sayang, dengan kekomplekan tersebut, dengan mudahnya mencari informasi, dan dengan gampangnya mencari link, aku dan juga mahasiswa-mahasiswa jamanku ini justru tertawa indah di atas penderitaan.

Ya, jaman memang berubah. Presiden beberapa kali telah mengalami pergantian. Indonesia sudah dianggap merdeka dari jajahan. Tapi, bekas luka Indonesia masih terlihat dan masih dapat dirasakan sampai saat ini. Jika Gie di jamannya ingin mengobati luka Ibu pertiwi atas nama bangsa dengan menyandang gelar mahasiswa, maka mahasiswa saat ini? Apa jawabannya? Ini adalah pertanyaan. Aku bertanya kepada siapapun yang merasa membaca tulisan ini.

Jika aku menjawab tentang keadaan mahasiswa saat ini yang dibandingkan dengan mahasiswa di masa Gie, aku akan mengatakan bahwa mahasiswa saat ini tak layak menyandang slogan Agent Of Chage. Lalu mahasiswa apa? Mahasiswa yang kerjaannya tidur, tidur dan tidur. Tidak bergerak. Titik.

Namun, bukan berarti mahasiswa Indonesia saat ini loyo. Aku hanya bisa berharap saja, jika aku tidak seperti Gie –dan memang takkan ada yang bisa seperti Gie, sebagaimana Nicholas Saputra, pemeran Gie dalam film Soe Hok-Gie: “Saya bukan Gie. Saya tidak harus dan tidak bisa menjadi Gie, dan tidak seorang pun di dunia ini”—tapi, barang kali ada generasi yang akan muncul jauh lebih hebat dari  pada Gie. Semoga.

Tuhan… aku adalah M. Roihan Rikza –yang kebanyakan teman kampusku memanggil ‘cak roy’—yang ingin bangkit dari tidur panjang. Aku hanya ingin berkarya. Mulutku memang bungkam. Tapi tangan dan pikiranku selalu merasakan kegelisahan. Jika mulut ini dibiarkan berbicara walaupun mata terlelap, maka lisanku akan sering berkata: “Jika Imam Al-Ghazali pernah menyatakan:  Ana afkar idzan ana maujud. Dan Rene Descartes, filusuf abad 16 dikenal dengan CO GETO ERGO SUM-nya, maka aku akan mengatakan pula: AKU MENULIS, MAKA AKU ADA”.[roy]

Kepanjen, di ruang tamu rumah, Ahad 3 April 2011. Pukul 19.36 WIB.

Belum ada Komentar untuk "Tuhan, Aku Ingin Bercerita 3#"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel