Tuhan, Aku Ingin Bercerita 9#

Terlalu banyak yang ingin kutuliskan hingga aku bingung untuk menentukan tema yang ingin kutuliskan di lembaran-lembaran digital Microsoft word ini. Kebingungan itulah yang terkadang membuat jenuh dan malas untuk menulis. Untuk menghindari penyelewengan inilah ‘menulis apa yang ingin ditulis’ harus dijalankan tanpa harus menunggu jadinya tema atau menanti munculnya judul atau ide.



Kubiarkan saja jari-jari tangan ini menari-nari di atas keyboard laptop. Aku takkan menahan kemauan pikiran agar bisa mengeluarkan semua keluh-kesahnya lewat tulisan. Dan pada akhirnya, akan lahir pula tulisan sedemikian rupa.

Kali ini aku ingin mengisahkan pengalamanku pagi hari ini. Sekitar jam sembilan pagi tadi, usai bermain sepak bola di stadion Kanjuruhan, aku menelpon seorang kenalan yang jauh hari sebelumnya mulai akrab lewat sms. Kenalanku kali ini adalah seorang perempuan yang kebetulan kuliah di UIN Syarif Hidayatullah, Depok-Jakarta.

Awal mula perkenalanku pada perempuan yang saat ini sedang proses penggarapan skripisi di jurusannya adalah melewati facebook beberapa bulan yang lalu. Mungkin karna saling memberikan kepercayaan, aku dan dia saling memberikan nomer HP. Setelah aku mendapatkan nomernya, aku tak langsung smsi dia. Kusimpan baik-baik nomornya di HP-ku. Sesekali aku kirimi sms hanya menanyakan kabar. Namun, beberapa hari terakhir ini, keakraban mulai terbangun dengan sendirinya.

Tak dapat dielakkan kalau aku tidak sekali dua kali kenalan dengan seorang wanita. Tapi tujuanku hanyalah untuk sekedar mengenal dan menjalin ukhuwah tanpa ada embel-embel untuk menjadikan korban tindakan negatif. Lebih-lebih untuk menjadikan target pacar. Sangat jauh sekali dari apa yang kuharapkan. Dari perkenalan inilah terkadang aku bisa menerima perbedaan perasaan seorang perempuan. Lebih dari itu, aku juga mengetahui informasi yang tak kuketahui sebelumnya.

Namun, perkenalanku dengan perempuan yang lebih akrab dengan panggilan ai, aen atau nie yang bernama aeniyah ini emang agak istimewa. Pasalanya, nenk ai’—begitulah kunyebutnya dalam sms—adalah mahasiswa UIN Syahid yang mengambil mata kuliah di jurusan perbandingan agama. Inilah yang melatar belakangi keakrabanku dengannya. Sebab, aku suka sekali dengan jurusan yang dipilihnya. Bahkan, beberapa buku yang sering kubaca dan sering diminati untuk kumiliki adalah buku-buku yang bertemakan pemikiran keagamaan –toh sebenarnya aku masih belum paham betul dengan tema-tema yang ada.

Dari komunikasi yang terjalin, aku sering menyakan pengalaman-pengalamannya selama studi perbandingan agama di jurusannya. Nenk Ai’ juga pernah penanyakan kepadaku tentang lokasi keagamaan yang selain diakui pemerintah di Indonesia. Tapi aku tak mengetahui tentang itu. Beberapa informasi tentang UIN Syahid dan perkembangan organisasi-organisasinya turut menjadi perbincangan menarik. Ah… Semakin bagus saja kisah pengalaman hidup di dunia ini.

Perbincanganku pagi tadi semakin membuatku tergugah untuk saling berkenalan dan menjalin silaturrahmi dengan mahasiswa maupun mahasiswi dari beberapa kampus, bahkan aku ingin sekali memiliki kenalan dari tiap-tiap universitas di Indonesia ini. (oh… mimpi kali ya? Hehe). Tapi setidaknya, aku telah memiliki puluhan teman akrab yang kuliah di berbagai unit kampus yang tersebar di tanah Jawa. Hanya saja, komunikasi jarang terjalin karna kendala kesibukan masing-masing mahasiswa yang memiliki latar belakang yang berbeda.

Tak selang beberapa menit berlalu dari obrolan-obrolah lewat HP, aku langsung menghubungi teman akrabku yang kuliah di IAIN Sunan Ampel, Surabaya. Namanya Fauzi. Dia –kata salah seorang teman yang kebetulan juga kuliah di IAIN Sunan Ampel— jadi aktifis ulung di kampusnya. Aku mengenal Fauzi sejak tahun 2008. Dia memiliki potensi untuk menggerakkan masa dengan suaranya yang lantang. Semangatnya selalu menggebu. Keingin tahuannya membuatnya bermalam-malam untuk belajar dan membaca buku maupun kitab kuning. Begitulah, sekilas aku mengenal Fauzi. Tapi sayang, hari ini, Fauzi tidak bisa diajak. Dia memang benar-benar sibuk. Dan dia bilang akan menghubungiku usai acaranya.

Tak hanya Fauzi saja, aku juga mencoba menghubungi Khozin, temanku yang kuliah di IAIN Kalijogo Jogja, tapi tidak ada tanggapan dari dia. Mungkin sama sibuknya seperti Fauzi. Teman akrab lain –yang pernah menjadi petugas jaga di perpustakaan salah satu pesantren di Pasuruan—yang saat ini kuliah di STAIN Jember juga sempat kuhubungi lewat sms. Aku menanyakan aktifitas di kampusnya dan bagaimana pula organisasi-organisasinya. Katanya, lewat sms, dia hanya aktif di organisasi da’wah di jurusannya. 
Temanku yang satu ini memiliki kecerdasan yang luar biasa dari pada penulis sendiri. Namanya Miqdad Uwais. Dia pernah menjadi bintang pelajar dari sekitar 700 murid madrasah di salah satu pondok pesantren di Pasuruan. Miqdad, demikian penggilan akrabnya, saat di pesantren, dikenal sebagai ahli di bidang membaca kitab-kitab Islam klasik atau yang dipopulerkan dengan kitab gundul. Tak mengherankan jika saat aku akrab dengannya, dia sering ikut tampil dalam musyawarah fiqhiyyah.

Nenk Ai’, Fauzi, Khozin maupun Miqdad hanyalah empat nama dari beberapa teman yang kukenal di luar kampus UIN. Di luar sana masih banyak mahasiswa maupun mahasiswi lain yang belum kujalin komunikasi secara baik. Mungkin perlu juga –untuk tidak mengatakan harus—untuk mengenali mahasiswa dari kampus lain agar pengalaman kehidupan tak berkutat di UIN Mulana Malik Ibrahim saja. Dengan demikian, pengalaman dan cerita tidak akan berputar-putar tentang UIN Maliky melulu. Di luar sana masih banyak kehidupan dengan ciri khas tersendiri yang belum banyak dikenali.

Bagaimanapun juga komunikasi adalah salah satu yang menjadi dasar keakraban. Perkenalan  takkan lagi indah jika tak terjalin komunikasi dengan baik. Apalagi di era global ini. Alat komunikasi lebih mudah di dapatkan dari pada 50 tahun yang lalu. Tapi mengapa kekuatan komunikasi di masa lalu lebh dahsyat dari pada masa kini? Tentu semangat untuk menjalinlah yang melatar belakangi semua ini.

Memang, Allah swt. telah berfirman yang artinya adalah: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al-Hujurat [49]: 13), tapi yang menjadi pertanyaan sekarang adalah: apakah perkenalan tersebut sudah digunakan dengan sebaik-baiknya perkenalan? Wallahu A’lam. [roy]

Kepanjen, di kamar yang sejuk dengan angin sepoi-sepoi yang masuk melalui jendela, Ahad 10 April 2011. Pukul 12.19 WIB.

Belum ada Komentar untuk "Tuhan, Aku Ingin Bercerita 9#"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel