Putus Cinta

Hari Sabtu 16 Juli 2011, sehari setelah aku sampai di Indonesia dari perjalanan umrohku ke tanah suci, aku mendapat sms dari salah seorang teman yang menyatakan bahwa dia sedang putus cinta dengan pujaan hatinya. Kebetulan sang kekasih yag dipuji-pujinya itu juga teman akrabku. Sms itu datang kepadaku saat aku berada di hotel Maris dekat dengan bandara Soekarno-Hatta. Cukup terkejut saat kubaca sms darinya itu.



Tak selang beberapa lama, aku langsung basa-basi untuk meng-smsi si cewek kekasih hatinya tersebut. Begitu pula dengan si cewek yang juga menyatakan bahwa dia putusan dengan cowoknya. Aku mengelabuinya dengan berpura-pura bahwa aku tidak tahu menahu bahwa hubungannya sudah seperti ban mobil yang meledak. Kucoba untuk menjadi penengah diantara keduanya. Aku harus bisa menetralkan keadaan mereka berdua. Sang cowok yang dikenal pintar, cerdas, berkarakter dan juga merupakan keturunan darah biru dari keluarga pesantren, cukup akrab denganku. Aku sering tukar pikiran dengannya. Dia salah satu mahasiswa yang kukagumi dimasaku.

Sedangkan si cewek kekasihnya itu adalah teman yang sejurusan denganku. Dia juga akrab denganku. Tak jarang pula dia mengobrol denganku. Keduanya sama-sama mencurahkan isi hatinya kepadaku lewat sms. Sesekali aku dihubungi lewat obrolan-obrolan handphone. Aku sepertinya menjadi Mak Comblang. Ah, rasanya lebih baik menjadi wasit tinju atau sepak bola dari pada wasit cinta seperti yang kualami saat ini. Betapa sulitnya menetralkan keadaan yang harus dijalani wasit cinta kali ini.

Kasus retaknya cinta yang dialami mereka berdua adalah karna pihak cowok yang terlalu mengekang si cewek. Mungkin karna sang cowok terlalu berlebihan dalam mengekspresikan cintanya, hingga menjadikannya seorang yang super cemburu. Sedangkan si cewek ingin kebebasan. Ia tak ingin terlalu dikekang meskipun dia juga mencintai sang cowok. Perbedaan prinsip inilah yang kemudian menyeret pada putusnya cinta mereka berdua. Padahal aku sudah berharap dan mendo’akan pula agar cinta mereka bisa langgeng serta menjadi cinta yang suci sampai pada fase pelaminan. Eh, baru perjalanan sekitar 4 bulanan, cinta mereka sudah diraba oleh retakan-retakan yang berbuah putus cinta.

***

Sebenarnya aku tidak sekali dua kali dijadikan tempat konsultasi oleh teman-teman kampus dalam problematika cinta. Baik itu kalangan mahasiswa maupun mahasiswi yang sudah cukup akrab denganku. Aku tak ubahnya seperti dokter cinta yang dianggap mampu memberikan ramuan obat-obat cinta yang super mujarab. Mungkin aku dikira sudah memiliki banyak pengalaman cinta. Kemungkinan yang lain adalah karna umurku lebih tua dari teman-teman seangkatanku. Mungkin saja aku telah dianggap lebih dewasa dan mampu memberikan masukan-masukan dalam mengatasi masalah cinta. Maka dari kemungkinan-kemungkinan itulah kemudian aku dijadikan tempat konsultasi yang sebenarnya aku sendiri juga butuh tempat konsultasi untuk masalah seperti ini.

Bagaimanapun juga, aku adalah manusia yang juga merasakan cinta, pernah menderita karna cinta dan selalu berusaha untuk meraih cinta. Apa yang dikeluhkan teman-temanku saat mencurahkan perasaannya kepadaku juga sama seperti apa yang kukeluhkan. Sakit hati yang dirasakan temanku juga sama seperti sakit hati yang pernah kurasakan. Semangat meraih cinta yang menggebu dalam hati yang kemudian diungkapkan dengan rangkaian kata-kata juga sama dengan semangatku yang tak pernah luntur. Hampir semua yang merasakan jatuh cinta itu sama-sama memiliki persamaan pengalaman bercinta. Itulah hebatnya cinta yang terus berputar dengan perputaran zaman. Takkan pernah bosan untuk dibahas. Takkan pernah luntur untuk digilas. “Cinta, deritanya tiada akhir…”, begitulah Pat Kai dalam film kera sakti mengungkapkan kepahitan cintanya.

***

Putus cinta bukan berarti putus harapan. Namun, kenyataan yang ada dan yang memenuhi jagat raya ini adalah bahwa putus cinta berarti putus dari semua yang ada. Tak sedikit dari kasus putus cinta, seseorang nekat bunuh diri dengan berbagai macam cara. Ini adalah kesalahan fatal yang tak seharusnya dilakukan anak cucu Adam.
Bunuh diri, putus asa, dan berkeluh kesah, sebenarnya hanya berlaku bagi pemilik cinta yang tak mengetahui hakikat cinta itu sendiri. Pernah salah seorang teman mengirimiku sms seperti ini: Hal yang paling menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu dengan seseorang yang sangat berarti bagimu dan mendapati pada akhirnya bahwa tidak demikian adanya dan kamu harus melepaskannya. Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dengan beberapa orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat.
Dari pernyataan sms di atas dapat dupahami bahwa cinta itu harus berjuang. Ketika seseorang yang amat dicintai itu menghilang dan lenyap untuk tak hadir dalam kehidupan kita, bukan berarti kehidupan kita berhenti sampai disitu. Kita harus berjuang lagi untuk mendapatkan cinta sejati. Kita harus bangkit dari keterpurukan yang membelenggu.

Tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang sempurna, pun demikian dengan cinta yang tak selamanya indah, bahagia, dan mempesona. Semua hal memiliki kekurangan dan kelebihan. Jika indah dalam bercinta itu adalah kesempurnaan dan putus cinta itu adalah kekurangan, maka putus cinta itulah yang akan mengantarkan pada kesempurnaan. Sebab, tak ada jalan yang tak berlubang. Tak ada kesuksesan tanpa cobaan, ujian, dan penderitaan. Semuanya saling melengkapi. Hanya manusia saja yang tinggal menanggapi. [roy]

Tobong Kapur, Trimulyo, Lampung Selatan 19 Juli 2011. Pukul 07:33 WIB.
Untuk teman yang berjuang meraih ridho-Nya.

Belum ada Komentar untuk "Putus Cinta"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel