Bos Buku

Salah seorang teman saya yang saat ini berkarir dalam bisnis buku, sedang berada di masa-masa kesuksesan, setidaknya untuk menilai dari sisi omzet yang ia peroleh dalam penjualan buku sebulanan terakhir ini. Ia menyatakan bahwa belum sampai sebulan, sudah mendapat lebih dari dua puluh juta. “Makanya setelah H plus empat lebaran aku langsung balik ke sini lagi. Banyak orderan” katanya yang diriingi tawa khasnya.

 

Jika ukurannya materi atau uang, ya harus saya akui kalau teman saya itu sudah pandai mengambil kesempatan dalam kesempitan. Toh, sekalipun buku-buku yang ia jual adalah buku-buku KW alias bajakan, saya menganggapnya sah-sah saja. Urusan nanti ada pelanggaran undang-undang, biar dia sendiri yang urus. Setidaknya, saya sudah memberi masukan agar berhati-hati dalam berbisnis buku-buku KW-an.
Buku KW atau buku hasil foto copy-an, harus diakui memang jauh lebih murah dibandingkan dengan harga bandrol buku aslinya. Bagi yang doyan baca buku yang lebih memilih isi buku dari pada kualitas buku, baik cover, kertas, maupun bentuk tulisan, bisa dipastikan akan cenderung memilih buku model KW-an ini. Apalagi setingkat mahasiswa yang tingkat perokonomiannya masih berada dipunggung orang tua, bisa dipastikan akan memilih yang murah semacam yang ditawarkan teman saya ini.

Bagi saya, teman saya yang juga anak perantauan, telah memberikan solusi pada kalangan mahasiswa yang doyan baca, lantaran murahnya buku yang ia sajikan. Apalagi saat ini ia berada dijenjang S2 yang mahasiswanya tidak boleh tidak memiliki banyak referensi. Bisa jadi pada jenjang S2 itu bukan lagi sekedar untuk meraih predikat gelar saja, tapi juga bagaimana setelah nantinya diwisuda, mahasiswanya bisa membawa pulang banyak buku. Keren bukan? Ya, bilamana ia memang menjadi wisudawan atau pun wisudawati yang bisa nulis dan produktif. Nah, kalau tidak? Ya, asal tidak copy paste sajalah, sudah bersyukur dalam pembuatan tesis. Sebab, pendidikan di negeri dongeng ini masih juga banyak dongengnya. Tidak perlu heran oleh karena sudah menjadi rahasia umum dan gejala semacam ini tidak bakal sembuh jika tidak diamputasi dengan revolusi pendidikan itu sendiri.

Kembali pada cerita teman saya itu. Kini, selain melakukan studi S2 dan bisnis buku KW di kampusnya, ia mulai merambah pada jual buku online atau istilah sekarang adalah toko buku online. Salah satu media sosial ia manfaatkan agar mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibanding dengan melayani pesanan dari teman-teman di kampus S2-nya. Oh, ya di kampus S2-nya yang menjadi pelanggan buku-bukunya, tidak hanya mahasiswanya saja, ada juga dosen yang juga menjadi pelanggannya. Termasuk saya sendiri yang sampai penulisan ini belum juga meraih gelar S1.

Pada suatu hari, cerita dari teman saya itu, ia mendapati seseorang yang memesan buku melalui media sosial tentang sejarah Walisongo. Orang yang memesan kepadanya, meminta agar mengirimkan beberapa cover buku yang ia kehendaki—tentang sejarah Walisongo. Kebetulan teman saya juga mengoleksi buku-buku yang berkaitan dengan sejarah Islam di Nusantara dan wali songo itu. Bahkan ia memiliki delapan judul yang berbeda tentang sejarah Walisongo. “Mas, dari delapan judul yang Anda miliki, 5 judul diantaranya adalah karya saya” kata konsumen barunya itu.

Terkejut. Malu dan entah mau berkomentar bagaimana. Begitu kira-kira yang ia rasakan saat mendapati bahwa ternyata yang memesan buku KW sejarah Walisongo itu adalah penulisnya sendiri. Spontan saja, teman saya itu meminta maaf. Saat menceritakan itu, teman saya agak salah tingkah dan memang merasa ada yang kurang plong. Tapi tidak perlu berlarut-larut dalam kesalahan dan nyatanya penulis buku sejarah Walisongo itu juga berminat pada sebagian buku-buku KW yang dipromokan oleh teman saya itu melalui media online.

Ah, ternyata, unik juga kisahnya. Entah bagaimana bisnis bukunya saat ini. Tapi, tiap kali berkirim pesan pendek dengannya, ia tak pernah merasa menjadi orang susah. Mungkin memang ia sudah ditakdirkan untuk selalu bisa tertawa dan bahagia, sekalipun rasa pahit juga sesekali ia rasakan.
Oh bos buku….

M. Roihan Rikza, Kepanjen, 9 Oktober 2015.

Belum ada Komentar untuk "Bos Buku"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel