Belajar Desain dari Nol

Malam Jum’at tanggal 17 Februari aku mengikuti acara teknikal meting –Entah  bagaimana penulisan dalam bahasa Inggrisnya. Aku hanya mengetahui cara bacanya aja. Itupun cara baca versi bahasa Indonesia yang tekadang berblesteran dengan dialek bahasa Jawa—di  gedung halaqah ma’had untuk memperkenalkan acara yang  katanya acara perdana, bergengsi dan paling murah yang pernah ada di ma’had Sunan Ampel Al-ALy (MSAA). Acara itu diikuti sekitar delapan puluhan peserta dari berbagai jurusan.




Kuakui, memang, acara yang dimulai dari pengenalan dasar-dasar desain itu sangat murah dibandingkan belajar desain yang ada di luar kampus. Toh sebenarnya aku tak melakukan penelitian dan membanding-bandingkan tarif yang pernah ada, tapi Mas Muchad, selaku pemateri yang saat itu memberi sambutan acara, menyatakan bahwa ‘Belajar Desain dari Nol’ yang diselenggarakan oleh panitia dari mabna Ibnu Rusydi kali ini sangat murah. Jika dibandingkan dengan ‘Belajar Desain’ di luar kampus yang pernah diikuti oleh Mas Muchad, perbandingannya bisa mencapai sepuluh kali lipat dari biaya yang dikenakan pada tiap peserta belajar desain kali ini. Dengan demikian, jika di acara ini para peserta dikenai uang pendaftaran sebesar 25.000 yang mendapatkan sertifikat, modul, kaset CD tutorial plus makanan ringan, maka di luar kampus akan mempromosikan acara seperti ini dengan tarif pendaftaran sebesar 250.000 rupiah.
            Selain itu, acara yang mengharuskan pesertanya untuk membawa laptop, menjadi lebih spektakuler saat Ust. Jaiz Kumkelo, pengasuh mabna Ibnu Rusydi, mengisi sambutan di malam yang cerah itu dengan motivasi dan tawaran bea siswa bagi tiga peserta terbaik dalam sesi perlombaan desain wall paper setelah dasar-dasar desain dikuasai oleh para pesertanya.
            Untuk pelaksanaan belajar desain ini, panitia membagi dua kloter. Kloter pertama dimulai pada hari Jum’at yang di mulai dari jam 8 pagi sampai jam 11 siang. Kemudian dilanjutkan pada hari Sabtu yang dimulai dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore dengan dua waktu istirahat yang hanya cukup digunakan untuk melaksanakan shalat maktubah dan makan. Saat acara berlangsung, para peserta sangat antusias tanpa ada rasa bosan.
            Dalam pembagian dua kloter tersebut, aku memilih untuk menjadi peserta dikloter kedua yang waktunya berbeda dengan kloter pertama. Untuk kloter kedua, peserta baru bisa mengikuti belajar dasar-dasar mendesain pada malam Ahad yang dimulai dari jam 8 malam sampai pukul 10 malam. Kemudian dilanjutkan keesokan harinya; Ahad, dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore plus dengan pelaksanaan lombanya. Sedangkan untuk kloter pertama, pelaksaan lombanya dimulai pada hari Sabtu sorenya.
            Penuh kesan, seru, unik, ilmu baru dan  menambah wawasan serta pengalaman dari orang lain, terutama dari pematerinya; Mas Muchad yang suka menyelingi dengan pengalamannya di sela-sela memberi materi desain. Tapi sayang, dalam acara itu, aku tidak bisa menambah kawan atau teman yang lebih banyak lagi. Sebab, dalam acara itu tidak ada pembagian kelompok. Kok seandainya ada pembagian kelompok, kemungkinan besar aku akan dapat kenalan baru dan tentunya bisa menjadi target untuk pelanggan pulsaku. Hehe… Ah… tapi khan tujuanku mengikuti acara itu khan untuk belajar, bukan kenalan!
Tentang Pemateri
            Ada dua pemateri yang saat itu membimbing peserta belajar desain. Yang pertama beranama Miftahul Huda yang akrab dengan panggilan Nanang. Entah dari mana asalnya. Yang kuketahui dari ceritanya, dia pernah menjuarai lomba desain mading memakai corel yang diikutinya di Jawa Tengah. Pemateri yang pertama ini juga salah satu musyrif Ibnu Rusydi. (Musyrif berarti pendamping. Istilah ini mulai kukenal sejak menjadi mahasiswa UIN Malang dan ketika aku tinggal di asrama untuk semester satu dan dua. Keberadaan musyrif ini tak lain adalah untuk mendampingi mahasiswa yang nyantri di asrama Ma’had Sunan Ampel Al-Aly). Ustadz Nanang mengajari dari nol hingga bisa membuat sesuatu yang unik dengan program corel draw. Dia memiliki pengalaman banyak dengan corelnya. Bahkan salah seorang temanku bilang bahwa dia sudah bisa menghasilkan uang sendiri dengan inspirasi yang dibangun lewat desain-desainnya yang bagus.
            Sedangkan pemateri yang kedua bernama Mukhlis Fuadi. Mahasiswa kelahiran tahun 1987. Dua tahun lebih tua dari pada diriku. Panggilan akrabnya Mas Muchad. Nama dan orangnya sudah banyak dikenal oleh mahasiswa UIN Malang. Ya sepengetahuannku sampai saat ini, dia memang benar-benar aktifis yang menjadi inspirator bagi generasi di kampus hijau ini. Pengalaman-pengalamannya bisa dijadikan motivasi bagi siapapun yang ingin bangkit dari tidurnya. Selain menjadi mahasiswa terbaik diangkatannya, kini, Mas Muchad sudah ‘menikah’ dengan UIN setelah ‘dilamar’ agar menetap dan mengabdi pada kampus Islam ini
            Dalam kisahnya, dia telah mengenal corel draw dengan baik sejak di bangku SMA. Tak mengherankan jika sampai saat ini banyak penawaran dari beberapa perusahaan kepada Mas Muchad untuk bekerja sebagai desainer handal. Bahkan, saat ini, selain menjadi penjaga PUSKOM UIN, dia juga masih terikat dengan sebuah perusahaan desain yang kerjanya tidak harus berkantor. Dimanapun Mas Muchad bisa berkreasi untuk bisa membuat desain yang indah, disitulah kantornya. Entah itu di lapangan bola, di kamar ataupun di masjid, selama bisa membuat desain dengan kreasi dan inovasinya, maka saat itulah Mas Muchad sedang menimba uang tanpa harus mondar-mandir dari satu tempat ke tempat lainnya. Keren khan? Andai aku seperti itu sejak saat ini, wah bakal ada banyak yang daftar nih untuk dijadikan pemateri belajar desain seperti Mas Muchad. Hehe…
Laptopku Jadi Juara
            Setelah empat hari panitia menyelenggarakan acara yang menarik itu, pada malam Senin, 20 Februari 2011, panitia menutup acara belajar desain di gedung halaqah lantai satu dengan memberikan jamuan hiburan pantonim dari warga Ibnu Rusydi dan konser kecil-kecilan oleh Mas Muchad dan Murobbi atau kepala mabna Ibnu Rusydi.
            Sebenarnya, panitia penyelenggara telah menyiapkan lokasi acara penutupan di depan gedung Al-Ghazali yang lebih terbuka dari pada di dalam gedung halaqah. Namun, berhubung hujan turun lebat di sore hari itu, maka lokasi acara penutupan itu dipindah ke dalam gedung halaqah. Meskipun demikian, tidak menjadikan peserta belajar desain merasa bosan, jenuh dan tidak pula dikecewakan. Sebab, malam itu, adalah malam yang bersejarah bagi para desainer pemula. Lebih-lebih bagi yang berhasil menjuarai perlombaan desainnya. Sang juarawan akan mendapatkan bea siswa dengan total nilai satu juta dua ratus ribu. Yah lumayanlah untuk biaya makan selama satu semester. Hehe…
            Mulai dari awal acara penutupan yang dimulai sekitar pukul sembilan malam, para desainer muda sepertinya tak sabar untuk menyambut pembacaan sang juarawan lomba. Sebelum pembacaan dimulai, ada acara selingan yang disiapkan oleh panitia  seperti halnya acara-acara resmi yang pernah kuketahui. Ada pembukaan, pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan sambutan serta do’a. Untuk acara sambutan, yang paling menarik adalah saat diisi oleh mudirul ma’had atau dapat diterjemahkan: pengasuh pesantren yang –di UIN Maulana Malik Ibrahim— kusebut asrama bukan pondok, apalagi pesantren.
            Pengasuh asrama Sunan Ampel Al-Aly yang kuketahui namanya adalah Ust. Isroqun Najah yang ndalem-nya berada di depan agak ke samping barat dari asrama mewah (mepet sawah) Al-Faroby; asramaku. Sambutan dari pengasuh asrama berjalan sekitar 15 menit dengan beberapa motivasi dan kisah-kisah dari beliau. Usai acara sambutan dan sebelum pembacaan sang juara lomba, masih ada selingan pantonim yang lucu dan unik. Baru setelah pantonim itulah, akhirnya surat keputusan sang juara dibacakan di ruangan halaqah yang bisa menampung sekitar 300 orang.
            Pembacaan juarawan dimulai dari juara ketiga yang diraih oleh perempuan berwajah manis dan cantik dari jurusan Teknologi dan Informatika (TI). Dia bernama Puspa, entah siapa nama pangjangnya. Aku lupa. Tapi aku masih ingat wajah cantiknya (hehe). Puspa berhasil menduduki sebagai juara ketiga dengan desainnya yang cantik. Warna dasar hijau muda dijadikannya sebagai wall peaper yang dilombakan.
Juara kedua diraih oleh mahasiswa asal Kediri. Dia bernama Catur. Entah siapa pula nama panjangnya. Dia juga sefakultas dengan Puspa; TI. Aku mengenal Catur pertama kali di gedung Sport Center (SC) pada bulan Ramadhan tahun 2010 saat pelaksanaan Orientasi Pengenalan Kampus (OPAK) atau, kata teman-temanku yang pernah mengenyam bangku SMA populer dengan sebutan OSPEK. Aku mengenal Catur lebih akrab lagi karna sering berjumpa di masjid Tarbiyah ketika menjalankan shalat maktubah. Dia berhasil beraih juara kedua dengan desain uniknya. Catur menjadikan warna hijau tua sebagai dasar wall peaper-nya yang bergambarkan sosok rektor UIN Maliky; Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, berwarna putih yang sedang duduk merenung di depan bangunan megah SC.
Sedangkan yang menjadi juara satu di perlombaan ‘Belajar Desain dari Nol’ kali adalah sosok yang tak kusangka-sangka. Postur tubuhnya yang lebih kecil sangat khas sekali di mataku. Dia teman yang sangat aku kenali sosoknya. Bahkan aku juga hampir mengetahui bagaimana gerakan langakahnya saat berjalan. Dia bernama lengkap Mahbub Suaibi. Laki-laki asal Sulawesi kelahiran Lemahabang pada tahun 23 Desember 1992 itulah yang berhasil mengalahkan desainer yang lainnya. Dia teman kelasku di Pendidikan Bahasa Arab (PBA) sejak semester satu. Dia juga sering main ke kamarku di asrama. Maklum, dia adalah tetangga kamarku. Aku mengenalnya jauh hari sebelum perkuliahan dimulai. Yaitu saat ujian jalur mandiri pada bulan Juni tahun 2010.
            Mahbub mengikuti ‘Belajar Desain dari Nol’ hanya dengan modal semangat. Dia tak memiliki laptop untuk mengaplikasikan CD yang disediakan oleh panitia. Padahal keharusan peserta mengikuti belajar desain itu adalah harus memiliki laptop. Apa jadinya jika ada peserta belajar desain tapi tak membawa laptop? Sungguh mustahil untuk bisa menguasai. Tapi tidak untuk Mahbub. Sejak pengumuman pembagian dua kelompok pada waktu teknikal meting, aku sudah membayangkan keadaan Mahbub. “Mahbub khan tak punya laptop. Ah, biar punyaku saja yang dioprasikannya”, gumamku dalam, hati. Kusarankan dia supaya mengikuti gelombang pertama dan aku mengikuti putaran gelombang kedua. Mahbub menyepakati. Dan akhirnya dia mengikuti belajar desain itu dengan munggunakan laptopku.
Wall peaper Mahbub yang jadi juara satu
            “Go Green”, itu nama wall peaper milik Mahbub yang disebutkan oleh panitia saat membaca pengumuman juara kesatu dalam lomba itu. Panitia tidak menyebutkan nama pemenang, tapi memanggil nama wall peaper “Go Green”. Betapa terkejutnya Mahbub saat mendengar nama wall peaper-nya dipanggil panitia sebagai pemenang juara kesatu. Rasa tak percaya masih menyelimutinya saat pertama kali nama wall peaper-nya dipanggil. Tapi, sepertinya hanya satu yang bernama “Go Green”. Mahbub maju dalam keadaan yang gugup bercampur bahagia. Teman-teman se-asrama menyorakinya dengan penuh kebanggaan. “Anak PBA mengalahkan anak TI, wesss…. Masyaallah yah…”, salah seorang rekan berucap yang takjub atas kejuaraan yang diraih Mahbub.
            “Laptopku menang!”, kataku menimpali pernyataan-pernyataan lainnya. “Iyo cak. Laptope sampean menang. Hehe…”, kata Mahbub memanaskan suasana yang penuh kegembiraan. Ya, memang, laptopku menang, tapi pemilik laptopnya kalah bersaing; tak menjadi sang juara. Tapi tak apa-lah. Meskipun bukan aku yang menang, tapi laptopku telah menjadi bukti sejarah. Bahwa seseorang yang tak punya laptop-pun bisa menjadi sang juara mengungguli orang-orang yang memiliki laptop. Ukurannya bukan pada ke-pemilik-an laptop, tapi semangat untuk menggunakan laptop sebaik mungkin. Inilah bukti nyata. “Laptopku jadi juara!”, teriakku dalam hati. Tapi kapan yah aku seperti mereka yang jadi sang juara? Wallahu a’lam. [roy]

            Al-Faroby 18. Samping jendela kamar yang sejuk. Jum’at 25 Februari 2011, pukul 06.10 pagi

Belum ada Komentar untuk "Belajar Desain dari Nol"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel