Onta Jawa

Gara-gara “Kambing Jantan”-nya Raditya Dika, aku jadi gila untuk terus bikin tulisan dan memajangnya di blog yang telah kubuat dengan nama terakhir ‘Onta Jawa’. Sebelumnya, ada beberapa nama plus deskripsinnya di blog yang kubuat semalam (4 Feb’ 2011) di asrama UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang. Pertama, blog itu kuberi nama ‘Menulislah Maka Kau Ada’, kemudian kuganti dengan ‘Gudang Tulisan’ dan sebelum akhirnya kutulis ‘Onta Jawa’, masih terlintas dan telah kuketik sebuah nama ‘Pena Santri’ yang akhirnya kuubah dengan ‘Onta Jawa’.

Entah dapat dari mana istilah itu. Mungkin karna terpengaruhi si “Kambing Jantan” yang kebanyakan judul-judul saudaranya juga diambil dari tema-tema hewan. Kayak Babi Ngesot, Marmut Merah Jambu, Cinta Brontosaurus, dan Radikus Makankakus; Bukan Binatang Biasa. Akhirnya, nama blogku-pun terobsesi untuk diberi nama hewan.Tapi aku akan bikin gaya sendiri yang harus berbeda dengan tulisan-tulisan Radit-lah. Walaupun harus terinspirasi dari kekocakannya, aku harus memiliki prinsip sendiri dan berdiri sendiri dengan khayalanku. Aku akan membuat tulisanku yang apa adanya dengan latar belakang apa adanya pula. Biar gak terlalu GR gitu lah Mas Radit-nya jika sewaktu-waktu dia membaca tulisanku ini. Hehe…

            Sssstttt… bentar-bentar, aku ingin menjelaskan dulu judul-judul di atas. Mengapa aku memberi nama-nama itu? Khan tiap seseorang memberi nama pasti ada alasannya donk. Ayah-Ibuku aja bikin namaku gak asal-asalan, apalagi aku yang bikin nama blog ini. Oke-oke. Baiklah. Aku akan mengawali deskripsi dari judul ‘Menulislah Maka Kau Ada’.

            Untuk judul yang pertama kali kubuat ini, aku hanya berangan-angan untuk menjadi motivator pembaca agar merevolusikan dirinya dengan aktifitas menulis. Bahwa –banyak yang bilang—menulis itu sulit, tak mudah, dan repot, hanyalah pendapat yang sangat konyol dan tidak objektif. (Tapi, ya masak mau memaksakan kehendak orang lain? Lha gimana nantinya dengan tukang kebun, sopir angkot, petani di sawah atau juga pegawai di pabrik rokok? Apakah mereka akan menulis juga? Hehe… ) Bagaimanapun juga pendapat itu dapat terbantahkan dengan mudah. Aktifitas menulis itu –sebagaimana pula yang tersebar di situs-situs internet, blog-blog di google dan diwakili oleh beberapa penulis ulung yang se-group kayak Raditya—sangatlah mudah. Hanya saja rasa malas-lah yang kebanyakan mendominasi agar tak menulis. Musuh utama seorang penulis sendiri hanyalah ‘rasa malas’. Kalaupun ada, itu hanyalah kesibukan-kesibukan yang bersifat sementara. Tapi, jika seseorang memang memiliki konsistensi tinggi untuk terus menulis, menulis dan menulis, maka sesibuk apapun dirinya, pasti akan tetap membuat tulisan. Walaupun hanya update status di situs Facebook. Oleh sebab itulah ‘Menulislah Maka Kau Ada’ kujadikan nama pertama kali di blogku yang entah akan berusia berapa tahun usia blogku ini.
Tapi, nama itu harus kuubah. Kayaknya terlalu berbobot jika dijadikan nama di blogku. Terlalu serius dan kayaknya sangat menguras otak untuk mendeskripsikannya. (Wow…. Lebay banget). ‘Gudang Tulisan’, (wah…. Keren tuh nama! Kayanya blogku ini bakal dipenuhi dengan berbagai tulisan yang dicopy-paste dari berbagai situs-situs di dunia maya nich… :D). Nama itu terpampang dengan huruf besar kira-kira tujuh kali lipat dari tulisan font ini. Di bawahnya ada deskripsi yang cukup mantap; “Para santri harus diberi peluang untuk membuat revolusinya sendiri. Sebuah revolusi wacana. Revolusi pemikiran. Lahap semua buku, diskusi dan menulislah. Sekali lagi bikin revolusi.--Dwy Sadoellah dalam buku Ah, Santri—
Aku berharap dari nama ‘Gudang Tulisan’, aku bisa menulis sebanyak-banyaknya hingga blogku akan dipenuhi dengan tulisan-tulisanku sendiri. Atau kalo semisal aku menemukan tulisan bagus, entah itu artikel, opini ataupun cerpen dari blog orang lain, maka aku takkan segan-segan memajangnya yang akan kulengkapi dengan alamat blognya. (Ya khan biar gak dianggap pencurian tulisan gitu lho. Biar gak ada anggapan pula kalo aku seorang pecundang yang bisanya hanya mengaku-ngakui tulisan orang lain. “Wah… ini namanya pembodohan dunia maya”, gitu khan akhirnya jika ditemukan mencuri karya orang lain?)
Ya… tapi, lagi-lagi nama itu harus diedit. Sebelum kuketikkan sebuah nama, aku masih pikir-pikir dulu untuk nama yang pas untuk blog ini. Pokok intinya, nama blog harus sesuai-lah dengan isi tulisan-tulisan yang ada di dalamnya. Kalo gak gitu khan nantinya bakal kayak kereta api yang berjalan di lintasan sepeda ontel yang bisa nyusup ke selokan. (wkwkwk… mana ada kereta api lewat jalan umum?).
            Sebelum akhirnya kutulis nama ‘Onta Jawa’, aku menulis ‘Pena Santri’. Nama itu kayaknya pas banget dengan blog ini. ‘Pena Santri’ seolah menyulap diriku yang pernah nyantri ini untuk bisa berjuang dan berda’wah lewat tulisan. Bagaimana pun berda’wah lewat tulisan itu kayaknya lebih langgeng dampaknya dari pada lewat pidato-pidato dari satu tempat ke tempat yang lain. (Yah… walaupun gitu khan tetep baiklah. Cuma modelnya aja yang berbeda). Bagiku, berdakwah lewat tulisan itu dapat menembus ruang dan waktu lho. Ya coba bayangin aja seandainya tak ada tulisan dan tak ada pemikiran yang diabadikan dengan tinta, tentu perkembangan keilmuan, baik itu agama maupun pengetahuan akan pudar perlahan-lahan. Tapi berhubung ada yang mencatatnya, berbagai macam ilmu dapat dinikmati dari generasi ke generasi. Keren khan… Makanya, selayaknya-lah bagi kita sebagai generasi ini bersyukur atas karunia agung dan karya agung dari pendahulu-pendahulu kita yang telah bersusah payah mencatat karyanya hingga bisa sampai pada kita di masa ini. (Chieeee…. Kayak pidato Presiden aja yang lagi memperingati 17 Agustus di gedung Istana. Hehe….)
            ‘Pena Santri’ akhirnya gagal untuk dijadikan nama blogku. Karna terlalu sulit dan berat pula menyandang gelar santri bagiku. Toh, sebenarnya stasus santri takkan pernah lepas dariku dan bagi setiap orang yang pernah nyantri dimanapun pesantrennya. Kalo definisi santri sich, menurut Almagfirullah KH. Hasani, Pasuruan; “Berdasarkan peninjauan tindak langkahnya, adalah orang yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan mengikuti sunnah Rasul saw. serta teguh pendirian. Ini adalah arti dengan berdasarkan sejarah dan kenyataan yang tidak dapat diganti dan diubah selama-lamanya. Allah yang Maha Mengetahui atas kebenaran sesuatu dan kenyataan”. Nah lho… serem gak tuh definisi yang tetap dipegang teguh dan sampai saat ini dijadikan slogan di salah satu pesantren salaf di Jawa Timur, tepatnya di daerah Kraton, Pasuruan.
            Coba bayangin aja definisi itu. Betapa sucinya seorang santri hakiki yang benar-benar menyandang ‘gelar’ itu. Gelar yang akan terus melekat dan meraihnya pun tanpa diwisuda dan tanpa sertifikat dari pihak terkait. Tapi, sepertinya aku tak pantas menyandang ‘gelar’ itu. Makanya, aku ganti nama ‘Pena Santri’ menjadi ‘Onta Jawa’ yang menurutku lebih ringan efeknya dari pada ‘Pena Santri’ yang memang harus benar-benar lurus, berpegang teguh dan istiqomah dalam memegang prinsip itu.
            Untuk pemilihan nama ‘Onta Jawa’, ya, selain karna terobsesi oleh nama ‘Kambing Jantan’, aku juga ingin mendeskripsikannya yang takkan jauh dari model tema santri. Onta dan Jawa, wah… kok gak nyambung sich? Masak ada Onta Jawa? Bukannya Onta itu dari Arab? Nah justru itulah aku ingin menggunakan istilah aneh ini sebagai nama blogku. Tapi, sebelum mengambil kesimpulan yang aneh-aneh, ada baiknya jika terlebih dahulu menguraikan istilah  ‘Onta Jawa’ yang kubuat sendiri.
Onta, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan sebagai binatang berkuku belah, berleher panjang, dan punggungnya berpunuk (ada yang berpunuk satu, ada yang berpunuk dua) dipakai sebagai binatang pengangkut. Kelebihan hewan ini adalah bisa melakukan perjalanan berhari-hari melewati panasnya terik matahari dan dinginnya angin malam hanya dengan sekali minum air sumur seperti yang telah banyak di film khan. Hehe… Hewan ini juga bisa menampung berliter-liter air dalam tubuhnya lho. Keren khan?
Sedangkan ‘Jawa’ sendiri kuambil nama tanah Jawa sebagai tempat tinggal sejak aku berumur 40 hari. Jawa merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia. Beberapa kota besar dengan bangunan yang megah juga terdapat di tanah Jawa. Banyak sejarah Indonesia yang lahir di tanah Jawa. Bahkan pulau yang memegang Ibu Kota Negara ini memiliki banyak misteri yang menakjubkan. Tokoh-tokoh besar Indonesia juga banyak yang dilahirkan dari tanah Jawa. Bahkan ada yang pernah menyatakan bahwa tanah Jawa adalah gudang Ulama’. Bagaimana tidak ada pernyataan seperti itu kalo ternyata ribuan pesantren telah mengakar di tanah Jawa ini sejak sebelum Indonesia merdeka.
Lha terus apa kaitannya dengan ‘Onta’-nya?
Sekarang adalah penyimpulan. Hehe… ‘Onta’ memiliki kelebihan bisa berkelana sepanjang hari. So, memiliki pengalaman yang banyak dengan banyaknya waktu yang dihabiskan untuk pengembaraan hidup. ‘Jawa’ memiliki banyak julukan karna telah melahirkan banyak tokoh berpengaruh untuk Indonesia. Nah, dari sini ada sedikit sinyal khan untuk menyimpulkan nama ‘Onta Jawa’? Makanya, akhirnya aku memilih nama itu sebagai nama blogku. Kali aja aku dapat mengembara menelusuri berbagai pemikiran yang bercokolan di Indonesia khususnya di tanah Jawa yang akhirnya aku jadi generasi Jawa pula. (Chieee… yang bener nich??) Ya semoga saja apa yang aku impikan itu menjadi kenyataan di masa mendatang dan angan-angan untuk menjadi penulis produktif dapat tercapai. Amin…[roy]

[Ahad, 6 Februari 2011, di kamar yang lembab]

Belum ada Komentar untuk "Onta Jawa"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel