Gayus Daroini

Di awal tahun 2011 ini, nama Gayus Tambunan mewarnai media, baik elektronik maupun cetak. Untuk media elektronik, lebih khususnya televisi, tiap jam tayang berita, baik di TVRI, Indosiar, RCTI, SCTV, ANTV, Metro TV, TV One dan masih banyak saluran TV lainnya, yang menjadi berita terhangat adalah kasus pidana korupsi yang dilakukan oleh koruptor yang bisa jalan-jalan ke luar negeri; Gayus. Media cetakpun turut menyemarakkan kasus ini dengan tampilan foto-foto Gayus yang beraneka ragam plesetan yang telah dibuat oleh sesorang.

Opini-opini tentang kasus ini berhamburan di berbagai media massa. Gayus seolah menjadi tamu agung yang harus disambut dengan penuh kemeriahan di bumi pertiwi ini.
            Ditengah maraknya berita itu, aku bersama teman-teman kamarku di asrama hanya menikmati lagu baru tentang Gayus. Sebuah lagu yang diciptakan oleh Bona Paputungan dengan judul “Andai Aku Gayus Tambunan”. Lagu itu tiba-tiba melesat jauh saat sidang Gayus memuncak. Lagu yang penuh sindiran untuk negeri ini. Lagu yang membuat seseorang akan tertawa geli saat mendengarkan lirik-liriknya yang kaya akan makna dari fenomena yang telah lama ditimpa negeri kaya yang miskin ini.
            “Lucunya di negeri ini… Hukuman bisa dibeli…” adalah salah satu kutipan teks lagu itu. Teks ini tentu sangat mengkritisi negeri yang penuh dengan dosa akibat ulah pejabat pemerintah. Akibat dari dosa itulah kemudian rakyat bawahan menderita. Padahal yang berbuat ketidak-adilan adalah pemerintah yang tak mau bertanggung jawab. Namun, pada kenyataannya, rakyat kecil dan terkucilkan yang justru menerima imbasnya.
            Bagiku, kasus Gayus ini hanyalah sponsor tak berujung untuk negeri ini. Bagaimana tidak? Lha wong kasus korupsi yang melanda bank Century saja tak berujung, apalagi kasus Gayus yang semakin hari semakin menampakkan kebobrokan moralitas pejabat negeri setelah beberapa nama pejabat terseret dan masuk dalam nominasi mafia hukum. Dalam kasus Century saja, terdapat keganjilan yang masih dipenuhi tanda tanya. Kalo diteliti, kok tiba-tiba saja kasus itu menghilang dan tak diungkit-ungkit lagi setelah tersebarnya kasus video mesum yang mulanya diberitakan bahwa tersangka pelakunya adalah Ariel Peterpan dengan artis cantik Luna Maya. Kasus video itu seolah menutupi kasus Century. Bahkan seakan tak ada yang perlu dipermasalahkan lagi saat kasus video itu semakin memanas dengan terkuaknya pelaku lain dalam kasus video itu. Cut Tari, artis berwajah manis juga terlibat dalam permainan gaya Nazril Ilham itu.
            Setelah kasus video yang meledakkan nasib generasi bangsa mulai memudar, media tak lagi mengungkap Century. Entah mengapa. Apakah ini yang dikatakan sebagai permainan media atau apalah itu. Yang jelas pertanyaan demi pertanyaan semakin menumpuk dan entah kepada siapa pula pertanyaan itu harus diajukan agar terjawab dengan jawaban yang melegakan.
            Jika kupikir-pikir, kasus Gayus yang telah menyeret beberapa nama pejabat yang dianggapnya korupsi di negeri ini, sama seperti halnya dengan kisah konyol yang ada di kamarku. Jangan dikira jika kamarku hanyalah kamar tentram yang hanya digunakan untuk istirahat, gurau, membaca buku, belajar, ngobrol dan makan. Kamarku yang kukenali adalah kamar yang memiliki sejuta kenangan dan segudang inspirasi.
Di kamarku yang telah dirias seperti kamar pengantin baru ini, selain teman-teman kamarku, ada juga teman dari kamar sebelah yang sering mangkal, bahkan ada yang sampai ‘menginap’ di ‘kamar ayamku’. Salah satunya adalah Agus. Nama lengkapnya adalah Muhammat Agus Daroini, nama itu dimilikinya sejak dia di lahirkan di kota Blitar. ( Eh… Kalo diperhatikan sich ada kesalahan dech dalam penulisan namanya. ‘Muhammat’, khan biasanya memakai ‘d’ diakhirnya, bukan memakai ‘t’. Sapa nich yang salah? Apa tukang ngetiknya yang kurang cermat? Ndak juga ah. Aku khan dikasih info dari sang pemilik nama. Jadi bukan aku yang salah. Aku tidak salah ngetik kok. Lha kalo begitu yang bikin nama itulah yang perlu dipertanyakan. Kira-kira siapa yah? Apa dokternya yang salah ketik nama? Ato bapak si Agus itu sendiri yang sengaja bikin nama kayak gitu? Ato bisa juga disebabkan ketidaktahuan mengeja kalimat? Bisa juga khan hal itu terjadi. Tapi yang jelas, nama itu telah menjadi nama Agus yang merupakan do’a baginya. Setauku sich dan aku juga pernah mendengarkan keterangan bahwa nama itu adalah do’a bagi si pemiliki nama. Keren juga khan. Unik lho. Hehe…)
            Temanku yang satu ini pemdiam. Tapi juga doyan guyon. Saat teman-teman kamar bergurau ria, Agus yang berbadan kurus ini hanya berdiam diri memperhatikan jalannya gurauan itu. Terkadang ledakan tawa dalam ruangan kamarku tumpah keluar. Bahkan suaranya bisa terdengar sampai satu asrama. Tapi, Agus hanya tersenyum menanggapai fenomena itu. Di sisi lain, ketika dia ingin bergurau, tingkah lakunya basa-basi. Tapi sekali mengeluarkan kata-kata, ungkapannya itu menjadi perhatian bagi teman-teman yang lain. Kadang, kata-katanya juga bisa membuat sakit hati bagi yang diejeknya. Tapi semua itu sudah menjadi biasa. Jadi, dapat dipastikan tak ada istilah sakit hati, marah, dendam ataupun sampai bertengkar. Semua gurauan atau ejek-ejekan dengan kata-kata kotor seperti menjadi rutinitas sehari-hari yang tak dapat diganggu gugat. Kadang juga menjadi obat penawar sumpek.
            Jikalau Gayus Tambunan bisa mempengaruhi publik dengan kata-katanya di depan kamera, maka Agus Daroini juga bisa menjadi perhatian teman-teman lainnya saat Agus mengeluarkan kata-katanya yang bervariasi. “Eh … Dhuha… Kamu kalo makan harus pakek helm, trus dilengkapi dengan STNK dunk!!”, ledek Agus suatu malam. Rontan saja pandangan mata teman-teman tertuju pada sosok Dhuha, teman kamar berbadan jumbo dan paling cepet kalo tidur, yang sedang makan malam di kamar. Akhirnya tawa pun tak terelakkan. “Hahahahahahahahaha”, tawa itu meledak begitu saja dalam ruangan kamar yang berisikan tiga ranjang tingkat dengan enam penghuni. Malam itu, Dhuha makan sambil telanjang dada. Kebetulan di belakangnya ada helm warna putih milikku. Gambarannya, dia seperti pembalap yang meninggalkan helmnya karna terburu-buru untuk pertandingan.
             Suatu hari, entah karna alasan apa, istilah ‘Gayus Daroini’ tiba-tiba populer di ruang kamarku. Mungkin sebutan itu muncul untuk menanggapi lagu Bona dengan judul “Andai Aku Gayus Tambunan”, yang bisa jadi dinyanyikan oleh Agus pada satu kesempatan. Atau istilah itu disemarakkan disebabkan Agus diledek sebagai sosok koruptor yang namanya diplesetkan. ‘Agus’, sehari-harinya dipanggil ‘Gus’. Begitu pula dengan ‘Gayus’, maka panggilannya adalah ‘Yus’. Dengan demikian dari dua panggilan itu bisa dipelintirkan antara ‘Gus’ dengan ‘Yus’ yang agak-agak mirip. Dari situlah kemudian bisa dikolaborasikan dengan sebutan ‘Gayus Daroini’ agar antara Gayus Tambunan, terdakwa kasus korupsi, dan Agus Daroini, mahasiswa fakultas Saintek UIN Malang, bisa melegalkan segala obral kata saat bergurau di kamar. Hehe …
            Namun, yang ingin dicapai dari semua yang ada, adalah harapan agar apa yang terjadi dengan pribadi Gayus Tambunan dan Muhammat Agus Daroini dapat diambil hikmah tentang perkataannya yang menjadi perhatian orang-orang disekelilingnya. Sebab, saat ini sangatlah sulit untuk mencari seseorang yang perkataannya bisa menjadi perhatian dan panutan. Namun, lucunya adalah, bahwa kata-kata yang keluar dari Gayus maupun Agus adalah kata-kata yang tak terlalu menjadikan motivasi untuk yang lainnya. Ah… andai saja kata-kata Pak Presiden bisa seperti Gayus dan Daroini.[roy] 

    Gedung B lantai satu, kampus hijau, Jum'at 11 Februari. pukul 08.44 WIB

Belum ada Komentar untuk "Gayus Daroini"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel